(0362) 21843
disperkimta@bulelengkab.go.id
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan

Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja)

Admin disperkimta | 05 Juni 2018 | 15598 kali

Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja)
Masalah kaum muda dalam masyarakat modern keduanya menjadi perhatian besar dan menjadi subjek penting untuk studi akademis. Artikel ini berfokus pada satu bidang yang menjadi perhatian khusus yaitu kenakalan remaja alias juvenile delinquency, atau perilaku kriminal yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Studi tentang kenakalan remaja adalah penting baik karena kerusakan yang diderita oleh korbannya maupun permasalahan yang dihadapi oleh pelakunya.
Lebih dari 2 juta anak muda sekarang ditangkap setiap tahun untuk kejahatan yang serius, mulai berkeliaran sampai membunuh. Meskipun sebagian besar pelanggaran hukum remaja kecil, beberapa pemuda ini sangat berbahaya berani melaukan kekerasan. Lebih dari 700.000 pemuda dari 20.000 geng di Amerika Serikat, kekerasan geng jalanan dan kelompok dapat menimbulkan ketakutan ke seluruh kota. Pemuda terlibat dalam beberapa tindak pidana yang serius kini diakui sebagai masalah sosial yang patut mendapat perhatian. Pihak berwenangpun harus berurusan dengan pelaku ini, dan menanggapi berbagai masalah sosial lainnya, termasuk kekerasan dan pengabaian anak, kejahatan dan vandalisme di sekolah, krisis keluarga, dan penyalahgunaan narkoba.
Mengingat keragaman masalah ini, ada kebutuhan mendesak untuk melakukan strategi memerangi fenomena sosial yang kompleks seperti kenakalan remaja. Tapi untuk merumuskan strategi yang efektif menuntut pemahaman yang lebih terhadap penyebab juvenile delinquency dan pencegahannya.

Masalah-Masalah Remaja
Remaja adalah masa ketika identitas dikembangkan lebih besar (Erikson, 1963). Suatu kelompok anak berumur 11 tahun adalah betul-betul homogen. Bagaimanapun juga, 6 tahun kemudian ada beberapa yang menjadi anak nakal, yang lain menjadi siswa teladan, beberapa menjadi ahli matematika, ada yang pemain drama, dan yang lain lagi ahli mesin. Pengalaman di rumah dan di sekolah sebelum remaja, berperan penting dalam menentukan remaja sebagai individu. Demikian juga pengalaman di SMP dan SMA berperan penting dalam membantu siswa-siswa melalui masa-masa sulit untuk sebagian besar mereka.
Hampir sebagian besar anak remaja mengalami suatu konflik emosi (Blos, 1989). Untuk sebagian besar remaja, kekacauan emosi dapat ditangani dengan sukses, tetapi untuk beberapa remaja lari pada obat bius atau bunuh diri.
Kenakalan Remaja
Satu dari masalah yang paling serius dari remaja adalah remaja nakal atau delinquent, dan kebanyakan laki-laki. Remaja nakal biasanya berprestasi rendah. Biasanya mereka didukung oleh kelompoknya. Sebab-sebab terjadinya anak nakal atau juvenile delinquency pada umumnya adalah sebab yang kompleks, yang berarti suatu sebab dapat menimbulkan sebab yang lain. Para peneliti melihat banyak kemungkinan penyebab kenakalan remaja. Sedangkan para ahli sosiologi berpendapat bahwa kenakalan remaja adalah suatu penyesuaian diri, yaitu respons yang dipelajari terhadap situasi lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. Hasil penelitian Robbin (1986) berpendapat, kenakalan remaja akibat adanya masalah neurobiological, sehingga menimbulkan genetik yang tidak normal. Ahli lain berpendapat kenakalan remaja merupakan produk dari konstitusi defektif mental dan emosi-emosi mental. Mental dan emosi anak remaja belum matang, masih labil, dan rusak akibat proses condition sering lingkungan yang buruk.
Gangguan Emosi
Gangguan emosi yang serius sering timbul pada anak-anak remaja. Mereka mengalami depresi, kecemasan yang berlebihan tentang kesehatan sampai pikiran bunuh din i atau mencoba bunuh diri (Mosterson, 1987). Banyak anak remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, bertingkah laku aneh, minum minuman keras, kecanduan obat bius, alkohol, sehingga memerlukan bantuan yang serius. Pendidik-pendidik di sekolah menengah dan sekolah menengah atas harus sensitif terhadap fakta bahwa anak-anak remaja yang sedang mengalami masa-masa sulit dan gangguan emosional merupakan hal yang umum. Oleh karena itu, guru hendaknya mencoba mengetahui bahwa anak-anak remaja bisa mengalami depresi, putus harapan, tingkah laku yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan semua ini membutuhkan bantuan. Di sini peranan konselor dan psikolog amat penting.
Penyalahgunaan Obat Bius dan Alkohol
Penyalahgunaan obat bius dan alkohol bertambah secara dramatis akhir-akhir tahun ini. Beberapa dari siswa-siswa SMA, terutama di kota-kota besar, menggunakan mariyuana dan minum-minuman keras (bahkan sudah merambat ke desa-desa). Obat bius yang juga disebut sebagai drugs. Drugs terdiri dari hard drugs dan soft drugs. Obat keras (hard drugs) bisa mempengaruhi saraf dan jiwa si penderita secara cepat.
Waktu ketagihannya berlangsung relatif pendek. Jika si penderita tidak segera mendapat jatah obat tersebut, dia bisa meninggal. Sedangkan soft drugs bisa mempengaruhi saraf dan jiwa penderita, tetapi tidak terlalu keras. Waktu ketagihannya agak panjang dan tidak mematikan. Gejala siswa yang menggunakan narkoba antara lain: badan tidak terurus dan semakin lemah, tidak suka makan, matanya sayu dan merah, pembohong, malas, daya tangkap otaknya melemah, mudah tersinggung dan mudah marah.
Banyak remaja yang memakai narkoba karena mula-mula iseng, rasa ingin tahu, atau sekadar ikut-ikutan teman. Ada juga remaja yang menggunakan narkoba karena didorong oleh nafsu mendapatkan status sosial yang tinggi, ingin pengakuan atas egonya, serta untuk menjaga gengsi. Beberapa kelompok anak remaja lain menggunakan narkoba karena ingin lari dan kesulitan hidup dan konflik-konflik batin. Anak remaja merasa menjadi “orang super” jika bisa merokok dan diberi ganja dan diselingi minuman keras atau minum Wie Seng, semacam arak keras yang berkadar alkohol yang sangat tinggi. Segala kesulitan hidup, kesulitan di sekolah, di rumah bisa hilang lenyap diganti dengan rasa nikmat (teler) walaupun sesaat.
Usaha sekolah atau guru untuk menolong remaja yang terlibat dalam narkoba ini adalah mula-mula mencari sumber penyebab remaja menggunakan narkoba, sehingga guru dapat menanggulangi dan sumber tersebut. Usaha lain adalah melakukan tindakan preventif yang lebih praktis dan segera dapat dilakukan. Langkah-langkah yang dapat diambil misalnya melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kehamilan
Kehamilan dan melahirkan anak bertambah di antara beberapa kelompok gadis remaja, terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Jika laki-laki remaja sering bertingkah laku sebagai anak nakal untuk mencoba membuktikan kemandirian mereka dan kontrol orang dewasa, demikian juga bagi gadis remaja. Mereka membuktikannya dalam bentuk seks dan di banyak kasus dengan mempunyai anak, sehingga memaksa dunia melihat mereka sebagai orang dewasa. Sejak melahirkan anak, gadis remaja menjadi sulit untuk melanjutkan sekolah atau mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peranan sekolah dalam membantu gadis yang mengalami “kecelakaan” sangat dibutuhkan. Sebaiknya, sekolah tidak mengeluarkan remaja yang hamil di luar nikah. Biarlah mereka tetap diperbolehkan meneruskan sekolah mereka sampai lulus sehingga memudahkan dia mencari pekerjaan.
Kenakalan remaja ditinjau dari hubungan sosiologis
Kenakalan remaja terjadi di antaranya karena kekosongan jiwa para remaja yang masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang orang tua. Kurangnya bimbingan dari kasih sayang orang tua dapat menyebabkan terjadinya kekosongan jiwa. Kekosongan jiwa dapat dialami siapa saja. Pada keluarga mampu, banyak disebabkan kesibukan orang tua, sedangkan pada keluarga kurang mampu biasanya lebih disebabkan masalah ekonomi sehingga keinginannya tidak kesampaian. Penyebab lain kenakalan remaja disebabkan demonstration effect, yaitu pola hidup yang memperlihatkan penampilan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya demi prestise dan gengsi.
Secara sosiologis, terjadinya kenakalan remaja banyak disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Persoalan nilai dan kebenaran yang kurang ditanamkan.
b. Timbulnya organisasi-organisasi non formal yang berperilaku menyimpang.
c. Timbulnya usaha-usaha untuk mengubah keadaan sesuai dengan trend.
d. Penghayatan dan pengamalan agama yang kurang.
Dengan mengetahui berbagai faktor yang menimbulkan juvenile delinquency tersebut, pihak-pihak yang terkait seperti orang tua, guru, teman, sahabat, para ahli sampai pemerintah tentu bisa bekerja sama menanggulangi kenakalan remaja saat ini.