Jika kita memperhatikan dengan seksama kehidupan orang-orang di sekeliling, maka kita akan menemukan kenyataan bahwa semua kegiatan yang mereka lakukan berujung kepada satu tujuan yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan menjadi salah satu harapan yang paling sering diucapkan oleh setiap orang di dunia ini. Hal ini dapat dipahami karena memiliki kebahagiaan adalah dambaan setiap individu. Tujuan hidup sebagai manusia di dunia ini tentunya tak lain adalah untuk menjadi bahagia. Tidak peduli apakah anda orang kaya, miskin, cakap ataupun jelek, berpangkat ataupun tidak berpangkat, besar atau kecil, seorang bos atau karyawan, semuanya pasti menginginkan kebahagiaan. Namun banyak orang yang menempuh jalan yang salah dan keliru. Bahkan seorang pencuri pun ingin dirinya bahagia, hanya saja cara yang dia lakukan untuk bahagia tidaklah tepat. Sebagian dari mereka menyangka bahwa kebahagiaan diperoleh dengan memiliki mobil mewah, handphone terbaru, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tour wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Terkadang untuk itu semua, kita harus mengeluarkan uang banyak hanya demi kesenangan sesaat ataupun membeli barang-barang yang tak seharusnya dibeli. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Apakah untuk menjadi bahagia kita harus mengeluarkan uang banyak? Apakah kebahagiaan begitu mahal untuk diperoleh?
Tanpa kita sadari ternyata ada kebahagiaan yang gratis, tidak usah bayar atau mengeluarkan uang sepeser pun. Kebahagiaan yang gratis ini dapat dirasakan oleh semua makhluk, baik yang kaya maupun yang miskin, baik yang tinggi maupun yang pendek, baik yang cakap ataupun yang jelek, apakah dia seorang bos ataupun karyawan, seorang polisi ataupun seorang penjahat, beragama ataupun tidak, semua dapat merasakannya. Kebahagiaan ini tidak perlu dicari di tempat yang jauh ataupun terpencil. Kebahagiaan ini juga tidak sulit didapat, kapan saja, di mana saja, setiap saat, setiap detik dan setiap waktu. Kapan pun kita dapat merasakan kebahagiaan yang gratis ini. Kebahagiaan yang tidak perlu mengeluarkan uang ini berada di dalam diri kita. Apakah sebenarnya kebahagiaan yang gratis itu? Jawabannya cobalah untuk belajar tersenyum dan milikilah pikiran yang benar dalam kegiatan sehari-hari. Inilah kebahagiaan gratis itu.
Dapat dipastikan, dasar tujuan hidup manusia normal siapa pun dan di mana pun mereka bertempat tinggal adalah dalam upaya untuk mencapai kebahagiaan. Tidak jarang beberapa orang keliru karena sering kali mengaitkan kebahagiaan dengan uang, kekayaan dan materi. Hal ini perlu diwaspadai karena bertambahnya kekayaan, uang dan materi tidak selalu otomatis menyebabkan meningkatnya kebahagiaan. Dampak dari uang, kekayaan dan materi terhadap kebahagiaan adalah sangat relatif. Namun, bukan berarti uang, kekayaan, dan materi tidak diperlukan dalam hidup, serta uang, kekayaan dan materi membuat hidup anda tidak bahagia.
Uang, kekayaan dan materi tetap dibutuhkan untuk mendukung kebahagiaan hidup, karena uang, kekayaan dan materi tidak bertentangan (mungkin memiliki potensi melengkapi) kebahagiaan setiap orang. Banyak pula yang berpikiran bahwa kebahagiaan ada pada kenikmatan seksual. Mereka pun memiliki sikap hidup yang hedonistis dan cenderung individualistis. Kenikmatan seksual itu bukan hanya dirasakan bersama pasangannya yang sah atau bahkan sebaliknya. Kebahagiaan yang mereka peroleh adalah kebahagiaan yang semu, artifisal dan palsu. Kebahagiaan yang terkondisi karena uang, kekayaan, dan materi biasanya sangat dangkal dan tidak bertahan dalam waktu yang lama. Dengan kata lain, kebahagiaan sesungguhnya bukan ditentukan oleh banyaknya uang, kekayaan dan materi, melainkan karena pikiran yang memahami apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku (Bāhirānicca Sutta). Jadi, walaupun uang, kekayaan dan materi dibutuhkan tetapi tidak akan menentukan kebahagiaan. Dengan demikian, unsur utama yang membuat bahagia dan menderita adalah pikiran, karena pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya (Dhammapada 1:2) atau bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya (Dhammapada 1:1)
Pikiran yang benar akan mendorong seseorang untuk melakukan berbagai tindakan benar, seperti membangun hubungan yang baik dengan masyarakat, memiliki pikiran dan semangat realistis, memiliki kesehatan batin yang baik, memiliki semangat saling menolong, hidup rukun dengan tetangga, tahu berterima kasih, menghargai orang lain dan menghormati orang lain. Contoh menarik di dalam realitas kehidupan sehari-hari adalah banyak orang yang hidup dengan bergemilang harta, namun secara emosional tidak bahagia karena mengalami berbagai gangguan ketakutan dan kekhawatiran. Beberapa diantara mereka takut hartanya dirampok atau khawatir dengan keamanan dan keselamatan mereka. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang secara materi hidup sederhana atau pas-pasan, tetapi hidup mereka bahagia karena mereka yang telah sepenuhnya memahami kenikmatan-kenikmatan indria, hidup tanpa takut dari arah mana pun juga (Mataputta Sutta). Alhasil mereka bebas dari rasa ketakutan dan kekhawatiran.
Oleh karena itu, berhentilah berpikir bahwa letak kebahagiaan itu ada pada uang, materi, kekayaan atau kenikmatan seksual. Bukankah banyak orang yang memiliki segalanya, tetapi bingung dan khawatir serta keluarganya berantakan? Mereka ditinggalkan istri yang begitu sayang kepadanya, anak-anaknya yang terjerumus pada narkoba, atau mereka yang setiap malamnya baru bisa tidur dengan pil penenang. Dengan demikian, janganlah menduga bahwa kebahagiaan hanya menjadi milik mereka yang duduk di singgasana kekuasaan atau mereka yang memiliki jabatan dan kedudukan! Sejarah panjang manusia telah membuktikan bahwa jabatan dan kekuasaan bukanlah sumber segala-galanya dalam mencapai kebahagiaan. Tidak jarang ketenaran menghadirkan kegelisahan jiwa dan mengalami keterasingan diri.
Referensi :
-Cintiawati, Wena dan Lanny Anggawati (penerjemah bahasa Inggris). 2001. Aṅguttara Nikāya. Klaten:Wisma Meditasi dan Pelatihan Dhammaguna.
-Cintiawati, Wena dan Lanny Anggawati (penerjemah bahasa Inggris). 2011. Saṁyutta Nikāya. Klaten:Vihāra Bodhivaṁsa dan Wisma Dhammaguna
-Widya, Surya. 2005. Kitab Suci DHAMMAPADA. Jakarta. Yayasan Dhammadipa Arama.
Sumber berita : http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=776