MEWUJUDKAN
RUMAH RAMAH LINGKUNGAN
Putu Desta
Sativana
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Pasal 1 Ayat 7
menyatakan bahwa rumah
adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,
sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset
bagi pemiliknya. Dalam
perancangan bangunan, sering kali keselarasan desain dengan alam kurang
diperhatikan, dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam dan penggunaan teknologi
yang tidak ramah terhadap alam. Dari sekian banyak jenis bangunan, rumah/hunian
merupakan bangunan yang paling dekat dan paling banyak memiliki pengaruh dalam
kehidupan manusia. Dalam rangka upaya mengurangi dampak pemanasan global, dan
menciptakan keharmonisan dengan alam, maka perlu lebih digerakkan pembangunan
hunian yang lebih hijau dan ramah lingkungan, yang kemudian lebih banyak
dikenal sebagai konsep rumah ramah lingkungan (eco friendly-house) (Wibowo,
2017).
GBCI dalam Haratulisan, dkk. (2017)
menyatakan bahwa rumah ramah lingkungan merupakan rumah yang bijak dalam
menggunakan lahan, efisien dan efektif dalam penggunaan energi maupun dalam
menggunakan air, memperhatikan konservasi material sumber daya alam serta sehat
dan aman bagi penghuni rumah. Perawatan rumah yang ramah lingkungan dan aman
juga merupakan faktor penting, karena keberlanjutan dari rumah ramah lingkungan
harus disertai dengan perilaku ramah lingkungan oleh penghuninya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Pasal 32 Ayat 2 yang
menyatakan pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan
rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan
bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan
lokal yang aman bagi kesehatan. Tim Dosen ISTN (2023) juga menjelaskan
bahwa mengenai ramah lingkungan, rumah dapat diartikan sebagai hunian yang
mampu bersahabat dengan alam sekitar, bukan lantas saling merusak antara alam
dan rumah. Misalnya pembuangan sampah yang teratur, rumah bisa mengakomodasi
sinar matahari dan udara yang sehat dan tentu memiliki taman yang asri. Konsep
ramah lingkungan juga berkaitan dengan masalah keamanan dan kesehatan penghuninya.
Membuat rumah ramah lingkungan (eco-friendly
house) terdapat 4 (empat) pengelompokan/bagian yang perlu diperhatikan,
yakni ruang terbuka hijau baik itu melalui area terbuka tidak terbangun, maupun
dengan pemanfaatan teknologi seperti green roof dan green wall,
sistem sanitasi yang mendukung penghematan dan ketersediaan air bersih,
efisiensi penggunaan energi (termasuk listrik) melalui pemanfaatan teknologi
bahan bangunan, serta pengolahan limbah rumah tangga (sampah) yang dapat
memberi nilai tambah bagi penghuninya (Wibowo, 2017).
1.
Ruang
Terbuka Hijau
Dalam
konsep mendesain rumah ramah lingkungan, yang patut diperhatikan pada tahap
awal adalah masalah desain rumah, penataan ruang (denah), tata letak dan bentuk
bangunan, keselarasan dengan alam maupun lingkungan sekitar. Metode yang dapat
dilakukan yaitu mengalokasikan 30-40% dari luas lahan untuk dijadikan ruang
terbuka hijau yang berfungsi sebagai area penghijaun dan resapan air yang bisa
ditanami berbagai tanaman.
2.
Green Roof
Dengan
makin terbatasnya lahan untuk hunian, pengadaan ruang terbuka hijau menjadi
semakin sulit dilakukan. Ada alternatif lain dalam penyediaan ruang terbuka
hijau tanpa harus mengorbankan lahan. Pembuatan taman di atas atap bangunan
atau biasa disebut green roof/roof garden bisa dijadikan solusi
keterbatasan lahan yang dimiliki. Green roof selain bisa difungsikan
sebagai taman juga membantu menurunkan suhu panas di dalam rumah.
3.
Green Wall
Selain
green roof, dinding bangunan atau dinding pagar dapat pula ditumbuhi
tanaman rambat sebagai “kulit” bangunan (green wall) yang berfungsi
sebagai penghambat radiasi panas matahari dan menyerap polutan sekaligus
penghasil oksigen, serta dapat menyejukkan lingkungan sekitar secara visual.
Pengolahan tanaman pada fasad dapat berupa penempelan jenis tanaman pada
dinding, desain tirai tanaman gantung hingga desain knock-down
(menggantungkan pot-pot tanaman seperti tanaman anggrek atau sejenisnya).
4.
Material
Bangunan Ramah Lingkungan
Pada
saat membangun rumah, gunakan material/bahan bangunan dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi bahan bangunan untuk mendukung terciptanya hunian/rumah
yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, pertimbangan pemilihan rangka atap yang
menggunakan material baja ringan daripada penggunaan kayu, dengan demikian
konsumsi kayu untuk kebutuhan rangka atap dapat dikurangi.
5.
Maksimalkan
Penghawaan dan Pencahayaan Alami
Rumah
ramah lingkungan hendaknya banyak memiliki bukaan untuk sirkulasi udara, agar
selalu mendapatkan pasokan udara bersih. Keuntungannya yakni meningkatkan
kualitas kesehatan penghuni dan hemat energi. Selain itu, rumah dengan konsep
ini banyak memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan. Prinsipnya
memaksimalkan terangnya dan mengurangi teriknya.
6.
Efisiensi
Penggunaan Energi/Listrik
Listrik
adalah salah satu kebutuhan vital pada setiap rumah berpenghuni. Gunakan
listrik dengan bijak, pilih alat-alat listrik yang mempunyai daya watt rendah.
Ganti lampu pijar dengan lampu hemat energi. Jika memungkinkan, gunakan sumber
energi listrik alternatif seperti listrik tenaga surya yang lebih cepat dan
mudah diadaptasi untuk digunakan/diterapkan penggunaannya. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2021 Tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau bahwa efisiensi penggunaan
energi ditujukan untuk mencapai tingkat energi yang optimal sesuai dengan
fungsi Bangunan Gedung, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, serta
mengurangi biaya yang berlebihan.
7.
Sistem
Sanitasi
Sistem
sanitasi terkait dengan pemanfaatan air bersih dan pengolahan air kotor/limbah
yang diakibatkan dari aktivitas rumah tangga. Rumah yang ideal mempunyai sistem
saluran air bersih, air kotor dan air limbah (tinja) yang dibuat terpisah dan
memenuhi persyaratan teknis agar dapat berfungsi dengan baik. Beberapa hal yang
dapat dilakukan antara lain: air hujan, air bekas mandi dan air bekas mencuci
ditampung, disaring (dinetralisasi), dan diresapkan secara alami ke dalam sumur
resapan air yang dilengkapi filter alami (pasir, kerikil, ijuk, dan pecahan
bata/genting).
8.
Pengolahan
Limbah Rumah Tangga (Sampah)
Proses
pengangkutan dan pengolahan sampah perlu dipikirkan bersama agar tidak terjadi
permasalahan di kemudian hari. Rumah merupakan titik awal dalam rangkaian
pengelolaan sampah. Dimulai dengan melakukan pemilahan sampah organik dan
anorganik untuk mempermudah pengolahan selanjutnya. Salah satu cara untuk
mengolah sampah organik adalah dengan memanfaatkan lubang biopori di sekitar
halaman rumah. Masukan sisa-sisa sampah organik ke dalam lubang biopori.
Beberapa hari kemudian bisa mengambilnya untuk dijadikan pupuk organik.
Pane
dan Suryono (2012) menjelaskan bahwa suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai
bangunan berkonsep eco apabila bangunan tersebut tidak bersifat ramah
lingkungan. Maksudnya, selain meminimalisir dampak dalam perusakkan lingkungan
tapi juga memerhatikan masalah pemakaian energi dan bahan baku. Salah satu
standar dunia termasuk yang juga diadopsi Indonesia untuk dapat mengkategorikan
suatu bangunan ke dalam Eco Friendly Building yaitu melalui LEED (The
Leadership in Energy and Environmental Design).
Terdapat beberapa prinsip arsitektur ramah
lingkungan menurut LEED (Leadership in Energy and Environmental Design)
yang dikeluarkan oleh USGBC (United States Green Building Council) pada
tahun 1988 sebagai berikut (Husnan dan Prayogi, 2021).
1. Lokasi yang berkelanjutan (sustainable
site)
meliputi pemilihan lokasi, kepadatan
dan konektivitas dengan lingkungan, transportasi alternatif, pengembangan
tapak, dan pengurangan polusi.
2. Energi dan atmosfir (energy and
atmosphere),
meliputi optimalisasi kinerja energi, sistem energi terbarukan pada
tapak, manajemen AC, dan penggunaan energi ramah lingkungan.
3. Kualitas
lingkungan ruang dalam (indoor environmental quality),
meliputi optimalisasi ventilasi, manajemen kualitas udara, material dengan
emisi yang rendah, sistem yang terkontrol untuk pencahayaan dan penghawaan
buatan, optimalisasi pencahayaan alami dan pemandangan luar
Referensi
Haratulisan, dkk. 2017. Desain Rumah Ramah Lingkungan
Sebagai Suplemen Mata Kuliah Konstruksi
Bangunan Gedung.
Tersedia pada https://jurnal.uns.ac.id/uvd/article/viewFile/16036/pdf
Husnan dan
Prayogi. 2021. Kajian Konsep Arsitektur Ramah Lingkungan pada Kawasan
Kampung Vertikal
di
Kampung Cingised. Tersedia
pada https://journal.unismuh.ac.id/index.php/linears/article/download/5454/pdf/19906
Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. 2021. Peraturan
Menteri Pekerjaan
Umum
dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penilaian
Kinerja Bangunan Gedung Hijau. Tersedia pada https://peraturan.bpk.go.id/Details/217002/permen-pupr-no-21-tahun-2021
Presiden Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Tersedia pada https://bphn.go.id/data/documents/11uu001.pdf
Pane dan
Suryono. 2012. Kajian Prinsip ‘Eco Friendly Architecture’, Studi Kasus:
Sidwell Friends Middle
School. Tersedia pada https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/daseng/article/view/365/pdf
Tim Dosen ISTN. 2023. Penyuluhan
dan Konsultasi Arsitektur Tentang Rumah Hemat Energi dan Ramah
Lingkungan Pada Masyarakat RW 009 Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tersedia pada http://repository.istn.ac.id/6646/1/Penyuluhan%20dan%20Konsultasi%20Arsitektur%20Tentang%20Rumah%20Hemat%20Energi%20dan%20Ramah%20Lingkungan%20Pada%20Masyarakat%20RW%2009%20Kel%20Srengseng%20Sawah%20Kec%20Jagakarsa%20Jakarta%20Selatan.pdf
Wibowo, Andi Prasetiyo. 2017. Kriteria Rumah Ramah
Lingkungan (Eco-Friendly House).
Tersedia pada